Laman

Minggu, 29 September 2013

Perjanjian Bungaya

Perjanjian Bungaya (sering juga disebut Bongaya atau Bongaja) adalah perjanjian perdamaian yang ditandatangani pada tanggal 18 November 1667 di Bungaya antara Kesultanan Gowa yang diwakili oleh Sultan Hasanuddin dan pihak Hindia Belanda yang diwakili oleh Laksamana Cornelis Speelman.Walaupun disebut perjanjian perdamaian, isi sebenarnya adalah deklarasi kekalahan Gowa dari VOC(Kompeni) serta pengesahan monopoli oleh VOC untuk perdagangan sejumlah barang di pelabuhan Makassar (yang dikuasai Gowan).

Isi perjanjian

1.  Perjanjian yang ditandatangani oleh Karaeng Popo, duta pemerintah di Makassar (Gowa) dan Gubernur-Jendral, serta Dewan Hindia di Batavia pada tanggal 19 Agustus 1660, dan antara pemerintahan Makassar dan Jacob Cau sebagai Komisioner Kompeni pada tanggal 2 Desember 1660 harus diberlakukan.
2.  Seluruh pejabat dan rakyat Kompeni berkebangsaan Eropa yang baru-baru ini atau pada masa lalu melarikan diri dan masih tinggal di sekitar Makassar harus segera dikirim kepada Laksamana (Cornelis Speelman).
3.  Seluruh alat-alat, meriam, uang, dan barang-barang yang masih tersisa, yang diambil dari kapal Walvisch di Selayar dan Leeuwin di Don Duango, harus diserahkan kepada Kompeni.
4.  Mereka yang terbukti bersalah atas pembunuhan orang Belanda di berbagai tempat harus diadili segera oleh Perwakilan Belanda dan mendapat hukuman setimpal.
5.  Raja dan bangsawan Makassar harus membayar ganti rugi dan seluruh utang pada Kompeni, paling lambat musim berikut.
6.  Seluruh orang Portugis dan Inggris harus diusir dari wilayah Makassar dan tidak boleh lagi diterima tinggal di sini atau melakukan perdagangan.
Tidak ada orang 
Eropa yang boleh masuk atau melakukan perdagangan di Makassar.
7.  Hanya Kompeni yang boleh bebas berdagang di Makassar. Orang "India" atau "Moor" (Muslim India), Jawa, Melayu, Aceh, atauSiam tidak boleh memasarkan kain dan barang-barang dari Tiongkok karena hanya Kompeni yang boleh melakukannya. Semua yang melanggar akan dihukum dan barangnya akan disita oleh Kompeni.
8.  Kompeni harus dibebaskan dari bea dan pajak impor maupun ekspor.
9.  Pemerintah dan rakyat Makassar tidak boleh berlayar ke mana pun kecuali Bali, pantai Jawa, Jakarta, Banten, Jambi, Palembang,Johor, dan Kalimantan, dan harus meminta surat izin dari Komandan Belanda di sini (Makassar). Mereka yang berlayar tanpa surat izin akan dianggap musuh dan diperlakukan sebagaimana musuh. Tidak boleh ada kapal yang dikirim ke Bima, Solor, Timor, dan lainnya semua wilayah di timur Tanjung Lasso, di utara atau timur Kalimantan atau pulau-pulau di sekitarnya. Mereka yang melanggar harus menebusnya dengan nyawa dan harta.
10.                   Seluruh benteng di sepanjang pantai Makassar harus dihancurkan, yaitu: Barombong, Pa'nakkukang, Garassi, Mariso, Boro'boso. Hanya Sombaopu yang boleh tetap berdiri untuk ditempati raja.
11.                   Benteng Ujung Pandang harus diserahkan kepada Kompeni dalam keadaan baik, bersama dengan desa dan tanah yang menjadi wilayahnya.
12.                   Koin Belanda seperti yang digunakan di Batavia harus diberlakukan di Makassar.
13.                   Raja dan para bangsawan harus mengirim ke Batavia uang senilai 1.000 budak pria dan wanita, dengan perhitungan 2½ tael atau 40mas emas Makassar per orang. Setengahnya harus sudah terkirim pada bulan Juni dan sisanya paling lambat pada musim berikut.
14.                   Raja dan bangsawan Makassar tidak boleh lagi mencampuri urusan Bima dan wilayahnya.
15.                   Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu harus diserahkan kepada Kompeni untuk dihukum.
16.                   Mereka yang diambil dari Sultan Butung pada penyerangan terakhir Makassar harus dikembalikan. Bagi mereka yang telah meninggal atau tidak dapat dikembalikan, harus dibayar dengan kompensasi.
17.                   Bagi Sultan Ternate, semua orang yang telah diambil dari Kepulauan Sula harus dikembalikan bersama dengan meriam dan senapan. Gowa harus melepaskan seluruh keinginannya menguasai kepulauan Selayar dan Pansiano (Muna), seluruh pantai timurSulawesi dari Manado ke Pansiano, Banggai, dan Kepulauan Gapi dan tempat lainnya di pantai yang sama, dan negeri-negeriMandar dan Manado, yang dulunya adalah milik raja Ternate.
18.                   Gowa harus menanggalkan seluruh kekuasaannya atas negeri-negeri Bugis dan Luwu. Raja tua Soppeng [La TĂ©nribali] dan seluruh tanah serta rakyatnya harus dibebaskan, begitu pula penguasa Bugis lainnya yang masih ditawan di wilayah-wilayah Makassar, serta wanita dan anak-anak yang masih ditahan penguasa Gowa.
19.                   Raja Layo, Bangkala dan seluruh Turatea serta Bajing dan tanah-tanah mereka harus dilepaskan.
20.                   Seluruh negeri yang ditaklukkan oleh Kompeni dan sekutunya, dari Bulo-Bulo hingga Turatea, dan dari Turatea hingga Bungaya, harus tetap menjadi tanah milik Kompeni sebagai hak penaklukan.
21.                   Wajo, Bulo-Bulo dan Mandar harus ditinggalkan oleh pemerintah Gowa dan tidak lagi membantu mereka dengan tenaga manusia, senjata dan lainnya.
22.                   Seluruh laki-laki Bugis dan Turatea yang menikahi perempuan Makassar, dapat terus bersama isteri mereka. Untuk selanjutnya, jika ada orang Makassar yang berharap tinggal dengan orang Bugis atau Turatea, atau sebaliknya, orang Bugis atau Turateaberharap tinggal dengan orang Makassar, boleh melakukannya dengan seizin penguasa atau raja yang berwenang.
23.                   Pemerintah Gowa harus menutup negerinya bagi semua bangsa (kecuali Belanda). Mereka juga harus membantu Kompenimelawan musuhnya di dalam dan sekitar Makassar.
24.                   Persahabatan dan persekutuan harus terjalin antara para raja dan bangsawan Makassar dengan Ternate, Tidore, Bacan, Butung, Bugis (Bone), Soppeng, Luwu, Turatea, Layo, Bajing, Bima dan penguasa-penguasa lain yang pada masa depan ingin turut dalam persekutuan ini.
25.                   Dalam setiap sengketa di antara para sekutu, Kapten Belanda (yaitu, presiden atau gubernur Fort Rotterdam) harus diminta untuk menengahi. Jika salah satu pihak tidak mengacuhkan mediasi ini, maka seluruh sekutu akan mengambil tindakan yang setimpal.
26.                   Ketika perjanjian damai ini ditandatangani, disumpah dan dibubuhi cap, para raja dan bangsawan Makassar harus mengirim dua penguasa pentingnya bersama Laksamana ke Batavia untuk menyerahkan perjanjian ini kepada Gubernur-Jendral dan Dewan Hindia. Jika perjanjian ini disetujui, Gubernur-Jendral dapat menahan dua pangeran penting sebagai sandera selama yang dia inginkan.
27.                   Lebih jauh tentang pasal 6, orang Inggris dan seluruh barang-barangnya yang ada di Makassar harus dibawa ke Batavia.
28.                   Lebih jauh tentang pasal 15, jika Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu tidak ditemukan hidup atau mati dalam sepuluh hari, maka putra dari kedua penguasa harus ditahan.
29.                   Pemerintah Gowa harus membayar ganti rugi sebesar 250.000 rijksdaalders dalam lima musim berturut-turut, baik dalam bentuk meriam, barang, emas, perak ataupun permata.

30.                   Raja Makassar dan para bangsawannya, Laksamana sebagai wakil Kompeni, serta seluruh raja dan bangsawan yang termasuk dalam persekutuan ini harus bersumpah, menandatangani dan membubuhi cap untuk perjanjian ini atas nama Tuhan yang Suci pada hari Jumat, 18 November 1667.

sumber : wikipedia.org

Perjanjian Giyanti

Perjanjian Giyanti adalah kesepakatan antara VOC, pihak Mataram (diwakili oleh Sunan Pakubuwana III), dan pihak pemberontak dari kelompok Pangeran Mangkubumi yang menjadi solusi bagi salah satu kerusuhan yang terus terjadi di Mataram sepeninggal Sultan Agung. Perjanjian yang ditandatangani pada bulan 13 Februari 1755 ini secara de facto dan de jure menandai berakhirnya Kerajaan Mataram yang sepenuhnya independen. Nama Giyanti diambil dari lokasi penandatanganan perjanjian ini, yaitu di Desa Giyanti (ejaan Belanda, sekarang tempat itu berlokasi di Dukuh Kerten, Desa Jantiharjo), di tenggara kota Karanganyar, Jawa Tengah.

Lokasi penandatanganan Perjanjian Giyanti

Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Mataram dibagi dua: wilayah di sebelah timur Kali Opak (melintasi daerah Prambanan sekarang) dikuasai oleh pewaris tahta Mataram (yaitu Sunan Pakubuwana III) dan tetap berkedudukan di Surakarta, sementara wilayah di sebelah barat (daerah Mataram yang asli) diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi sekaligus ia diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwana I yang berkedudukan di Yogyakarta. Di dalamnya juga terdapat klausul, bahwa pihak VOC dapat menentukan siapa yang menguasai kedua wilayah itu jika diperlukan.

Perundingan pembagian Kerajaan Mataram
 
Peta pembagian Mataram setelah Perjanjian Giyanti dan didirikannya Mangkunagaran pada tahun 1757
Menurut dokumen register harian N. Hartingh (Gubernur VOC untuk Jawa Utara), pada tanggal 10 September 1754 N. Hartingh berangkat dari Semarang untuk menemui Pangeran Mangkubumi. Pertemuan dengan Pangeran Mangkubumi sendiri baru pada 22 September 1754. Pada hari berikutnya diadakan perundingan yang tertutup dan hanya dihadiri oleh sedikit orang. Pangeran Mangkubumi didampingi oleh Pangeran Notokusumo dan Tumenggung Ronggo. Hartingh didampingi Breton, Kapten Donkel, dan sekretaris Fockens. Sedangkan yang menjadi juru bahasa adalah Pendeta Bastani.

Pembicaraan pertama mengenai pembagian Mataram. N. Hartingh menyatakan keberatan karena tidak mungkin ada dua buah matahari. Mangkubumi menyatakan di Cirebon ada lebih dari satu Sultan. Hartingh menawarkan Mataram sebelah timur. Usul ini ditolak sang Pangeran. Perundingan berjalan kurang lancar karena masih ada kecurigaan diantara mereka. Akhirnya setelah bersumpah untuk tidak saling melanggar janji maka pembicaraan menjadi lancar. Kembali Gubernur VOC mengusulkan agar Mangkubumi jangan menggunakan gelar Sunan, dan menentukan daerah mana saja yang akan dikuasai oleh beliau. Mangkubumi berkeberatan melepas gelar Sunan karena sejak 5 tahun lalu diakui rakyat sebagai Sunan. (Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sunan [Yang Dipertuan] atas kerajaan Mataram ketika Paku Buwono II wafat di daerah Kabanaran, bersamaan VOC melantik Adipati Anom menjadi Paku Buwono III).

Perundingan terpaksa dihentikan dan diteruskan keesokan harinya. Pada 23 September 1754 akhirnya tercapai nota kesepahaman bahwa Pangeran Mangkubumi akan memakai gelar Sultan dan mendapatkan setengah Kerajaan. Daerah Pantai Utara Jawa (orang Jawa sering menyebutnya dengan daerah pesisiran) yang telah diserahkan pada VOC (orang Jawa sering menyebut dengan Kumpeni) tetap dikuasai VOC dan ganti rugi atas penguasaan Pantura Jawa oleh VOC akan diberikan setengah bagiannya pada Mangkubumi. Terakhir, Pangeran memperoleh setengah dari pusaka-pusaka istana. Nota kesepahaman tersebut kemudian disampaikan pada Paku Buwono III. Pada 4 November tahun yang sama, Paku Buwono III menyampaikan surat pada Gubernur Jenderal VOC Mossel atas persetujuan beliau tehadap hasil perundingan Gubernur Jawa Utara dan Mangkubumi.

Berdasarkan perundingan 22-23 September 1754 dan surat persetujuan Paku Buwono III maka pada 13 Februari1755 ditandatangani 'Perjanjian di Giyanti yang kurang lebih poin-poinnya, seperti dikemukakan Soedarisman Poerwokoesoemo, sebagai berikut:

Pasal 1
Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan Hamengku Buwono Senopati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifattullah di atas separo dari Kerajaan Mataram, yang diberikan kepada beliau dengan hak turun temurun pada warisnya, dalam hal ini Pangeran Adipati Anom Bendoro Raden Mas Sundoro.
Pasal 2
Akan senantiasa diusahakan adanya kerjasama antara rakyat yang berada dibawah kekuasaan Kumpeni dengan rakyat Kasultanan.
Pasal 3
Sebelum Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder) dan para Bupati mulai melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka harus melakukan sumpah setia pada Kumpeni di tangan Gubernur.
Pasal 4
Sri Sultan tidak akan mengangkat/memberhentikan Pepatih Dalem dan Bupati, sebelum mendapatkan persetujuan dari Kumpeni.
Pasal 5
Sri Sultan akan mengampuni Bupati yang selama dalam peperangan memihak Kumpeni.
Pasal 6
Sri Sultan tidak akan menuntut haknya atas pulau Madura dan daerah-daerah pesisiran, yang telah diserahkan oleh Sri Sunan Paku Buwono II kepada Kumpeni dalam Contract-nya pada tanggal 18 Mei 1746. Sebaliknya Kumpeni akan memberi ganti rugi kepada Sri Sultan 10.000 real tiap tahunnya.
Pasal 7
Sri Sultan akan memberi bantuan pada Sri Sunan Paku Buwono III sewaktu-waktu diperlukan.
Pasal 8
Sri Sultan berjanji akan menjual kepada Kumpeni bahan-bahan makanan dengan harga tertentu.
Pasal 9
Sultan berjanji akan mentaati segala macam perjanjian yang pernah diadakan antara raja-raja Mataram terdahulu dengan Kumpeni, khususnya perjanjian-perjanjian 1705, 1733, 1743, 1746, 1749.
Penutup
Perjanjian ini dari pihak VOC ditanda tangani oleh N. Hartingh, W. van Ossenberch, J.J. Steenmulder, C. Donkel, dan W. Fockens. "
Perlu ditambahkan Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder/Chief of Administration Officer) dengan persetujuan residen/gubernur adalah pemegang kekuasaan eksekutif sehari hari yang sebenarnya (bukan di tangan Sultan).

Penerapan Hukum Archimedes

a) Kran otomatis pada penampungan air
Jika di rumah kita menggunakan mesin pompa air, maka dapat kita lihat bahwa tangki penampungnya harus diletakkan pada ketinggian tertentu. Tujuannya adalah agar diperoleh tekanan besar untuk mengalirkan air. Dalam tangki tersebut terdapat pelampung yang berfungsi sebagai kran otomatis. Kran ini dibuat mengapung di air sehingga ia akan bergerak naik seiring dengan ketinggian air. Ketika air kosong, pelampung akan membuka kran untuk mengalirkan air. Sebaliknya, jika tangki sudah terisi penuh, pelampung akan membuat kran tertutup sehingga secara otomatis kran tertutup.

b) Kapal selam
Pada kapal selam terdapat tangki yang jika di darat ia terisi udara sehingga ia dapat mengapung di permukaan air. Ketika kapal dimasukkan ke dalam air, tangki ini akan terisi air sehingga kapal dapat menyelam.

c) Hidrometer
Hidrometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur massa jenis zat cair. Alat ini berbentuk tabung yang berisi pemberat dan ruang udara sehingga akan terapung tegak dan stabil seketika. Hidrometer bekerja sesuai dengan prinsip Archimedes.

d. Bejana Berhubungan
Bejana berhubungan adalah suatu wadah atau bejana yang tidak memiliki sekat atau saling berhubungan. Jika bejana ini diisi zat cair yang sejenis, maka permukaan zat cair ini akan sama tinggi. Namun, jika zat cair yang diisikan berbeda jenis, maka permukaannya tidak akan sama tinggi.

e.Jembatan Ponton
Jembatan ponton adalah kumpulan drum-drum kosong yang berjajar sehingga menyerupai jembatan. Jembatan ponton merupakan jembatan yang dibuat berdasarkan prinsip benda terapung. Drumdrum tersebut harus tertutup rapat sehingga tidak ada air yang masuk ke dalamnya. Jembatan ponton digunakan untuk keperluan darurat. Apabila air pasang, jembatan naik. Jika air surut, maka jembatan turun. Jadi, tinggi rendahnya jembatan ponton mengikuti pasang surutnya air

f.Kapal laut

Pada saat kalian meletakkan sepotong besi pada bejana berisi air, besi
akan tenggelam. Namun, mengapa kapal laut yang massanya sangat besar
tidak tenggelam? Bagaimana konsep fisika dapat menjelaskannya? Agar
kapal laut tidak tenggelam badan kapal harus dibuat berongga. hal ini
bertujuan agar volume air laut yang dipindahkan oleh badan kapal menjadi lebih besar. Berdasarkan persamaan besarnya gaya apung sebanding dengan volume zat cair yang dipindahkan, sehingg gaya apungnya menjadi sangat besar. Gaya apung inilah yang mampu melawan berat kapal, sehingga kapal tetap dapat mengapung di permukaan laut.

Sabtu, 28 September 2013

Shafa Tasya Kamila

TASYA

Shafa Tasya Kamila atau akrab di sapa Tasya lahir di Jakarta22 November 1992.Tasya adalah anak dari Gatot Permadi Joewono dan Isverina Andriany . Tasya masuk ke dunia hiburan sejak masih duduk di bangku TK. Waktu itu secara tidak sengaja seorang ibu menawari Tasya untuk menjadi bintang iklan dan mengantar ke salah satu biro iklan. Setelah melalui beberapa kali casting, Tasya mendapatkan kontrak untuk sebuah produk susu. Sejak itu, Tasya terus menjadi bintang iklan. Tahun 1998, anak bungsu dari tiga bersaudara ini mendapat kontrak iklan eksklusif untuk produk pasta gigi. Berawal dari iklan ini, sosok Tasya menarik perhatian sebuah rumah produksi yang menawarinya bermain di sinetron. Pada tahun 1998 Tasya main di beberapa episode sinetron berjudul Takdir. Kemudian dia bermain dalam film televisi Kupu-kupu Ungu dan Nyanyian Burung. Sinetron lain yang pernah dibintangi Tasya antara lain MataharikuTasya, dan Jangan Menangis Adinda.
Meski sibuk syuting iklan dan sinetron, Tasya masih menyempatkan diri les menyanyi di Bina Vokalia, dan sekolah vokal yang dikelola Elfa Secioria. Kesempatan masuk dapur rekaman datang pada tahun 2000. Album perdananya adalah Libur Telah Tiba, yang mengunggulkan lagu "Libur Telah Tiba" ciptaan A.T Mahmud. Setelah sukses dengan album pertamanya yang terjual 350 ribu kopi, Tasya kembali mengeluarkan album keduanya yang bertajuk Gembira Berkumpul (2001). Dan kedua album itu mendapatkan Platinum. Adik dari Muhammad Fatha Permana dan Dhenia Lizariani Hafsha ini mengeluarkan album religius untuk menyambut bulan Ramadan bertajuk Ketupat Lebaran (2002). Album keempat Tasya adalah Istana Pizza (2003). Album ini mempunyai konsep penyampaian dongeng dengan lagu. Tak hanya AT Mahmud, Trie Utami juga turut menyumbang satu lagu berjudul "Penghuni Hutan".
Tahun 2005, Tasya meluncurkan The Very Best of Tasya yang berisi 14 lagu terbaik Tasya dari album sebelumnya, antara lain "Anak Gembala", "Barisan Musik", "Jangan Takut Akan Gelap", hingga "Paman Datang".  Pada tahun 2206 Tasya diangkat sebagai Duta Lingkungan Hidup oleh Rahmat Witoelar.
Tasya bersama Ricky SubagjaMarshandaDian Nitami, dan Farhan, pada tanggal 20 Juni 2007 resmi diangkat sebagai 'Duta Kampanye Minum Susu'.
Penghargaan:
1.    Golden Cairo Award For TV Program (2000)
2.    INA Award (2000)
3.    Bintang Cilik Yang Menyihir Publik versi CnR (2000)
4.    AMI Award untuk Album Terbaik (2001)
5.    AMI Award untuk Penyanyi Cilik Terbaik (2001)
6.    Panasonic Award untuk Presenter Cilik (2002)
7.    Campur-campur Award (2003)
8.    AMI Award untuk Penyanyi Cilik Terbaik (2003)