Ø Peninggalan sejarah berupa prasasti
Prasasti sukuh.
Lalu pada bagian kanan
terdapat dua buah patung Garuda yang merupakan bagian dari cerita pencarian tirta amerta (air kehidupan) yang terdapat dalam kitab Adiparwa, kitab pertama Mahabharata. Pada bagian ekor sang Garuda terdapat sebuah prasasti.
2.
Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti Kedukan Bukit ditemukan
oleh M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan
35 Ilir, Palembang, Sumatra Selatan, di tepi
Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu
kecil berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu
Kuna. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum
Nasional Indonesia dengan nomor D.146.
Pada
baris ke-8 terdapat unsur pertanggalan. Namun bagian akhir unsur pertanggalan pada prasasti ini
telah hilang. Seharusnya bagian itu diisi dengan nama bulan. Berdasarkan data
dari fragmen D.161 yang ditemukan di Situs
Telaga Batu, J.G. de Casparis (1956:11-15) dan Boechari (1993: A1-1-4) mengisinya
dengan nama bulan Āsāda. Maka lengkaplah pertanggalan prasasti tersebut, yaitu
hari kelima paro-terang bulan Āsāda yang bertepatan dengan tanggal 16 Juni 682
Masehi.
Menurut
George Cœdès, siddhayatra berarti semacam “ramuan bertuah” (potion magique). Tetapi kata ini bisa
pula diterjemahkan lain, yaitu menurut kamus Jawa Kuna Zoetmulder (1995): “sukses dalam perjalanan”. Dengan ini kalimat di
atas ini bisa diubah: “Sri Baginda naik sampan untuk melakukan penyerangan,
sukses dalam perjalanannya.”
Dari prasasti Kedukan Bukit, didapatkan data-data sebagai
berikut:
1. Dapunta Hyang naik perahu tanggal 11 Waisaka 604 (23
April 682)
2. Dapunta Hyang berangkat dari Minanga tanggal 7 Jesta (19
Mei) dengan membawa lebih dari 20.000 balatentara. Rombongan lalu tiba di Muka
Upang.
3. Dapunta Hyang membuat ‘wanua’ tanggal 5 Asada (16 Juni)
Asal-usul Raja Dapunta Hyang Sri Jayanasa dan
letak sebenarnya dari Minanga Tamwan masih diperdebatkan ahli sejarah. Kata Minanga yang
terdapat pada prasasti ini masih menjadi perbincangan para sejarahwan. Dapunta
Hyang berangkat dari Minanga dan menaklukan kawasan tempat ditemukannya
prasasti ini (Sungai Musi, Sumatera Selatan). Karena kesamaan bunyinya, ada
yang berpendapat Minanga Tamwan adalah sama dengan Minangkabau, yakni
wilayah pegunungan di hulu sungai Batanghari.
Ada juga berpendapat Minanga tidak sama dengan Malayu, kedua kawasan itu
ditaklukan oleh Dapunta Hyang, dimana penaklukan Malayu terjadi sebelum
menaklukan Minanga dengan menganggap isi prasasti ini menceritakan penaklukan
Minanga.[ Sementara Soekmono berpendapat Minanga Tamwan
bermakna pertemuan dua sungai (Tamwan berarti temuan), yakni sungai Kampar kanan dan
sungai Kampar kiri di Riau, yakni wilayah sekitar Candi Muara
Takus. Kemudian ada yang berpendapat Minanga
berubah tutur menjadi Binanga, sebuah kawasan yang terdapat pada sehiliran Sungai
Barumun (provinsi Sumatera Utara
sekarang). Pendapat lain menduga armada yang dipimpin Jayanasa ini berasal dari
luar Sumatera, yakni
dari Semenanjung Malaya.
4. Prasasti Tugu
Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi,
abad ke-5
Prasasti Tugu adalah
salah satu prasasti yang berasal dari Kerajaan Tarumanagara. Prasasti
tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru
dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa
pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari
bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan
Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
Prasasti Tugu bertuliskan aksara Pallawa yang
disusun dalam bentuk seloka bahasa Sanskerta
dengan metrum Anustubh yang teridiri dari lima baris melingkari mengikuti
bentuk permukaan batu. Sebagaimana semua prasasti-prasasti dari masa
Tarumanagara umumnya, Prasasti Tugu juga tidak mencantumkan pertanggalan.
Kronologinya didasarkan kepada analisis gaya dan bentuk aksara (analisis
palaeografis). Berdasarkan analisis tersebut diketahui bahwa prasasti ini
berasal dari pertengahan abad ke-5 Masehi. Khusus prasasti Tugu dan prasasti
Cidanghiyang memiliki kemiripan aksara, sangat mungkin sang pemahat tulisan
(citralaikha > citralekha) kedua prasasti ini adalah orang yang sama.
Dibandingkan prasasti-prasasti dari masa
Tarumanagara lainnya, Prasasti Tugu merupakan prasasti yang terpanjang yang
dikeluarkan Sri Maharaja Purnawarman. Prasasti
ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Purnnawarmman pada tahun ke-22
sehubungan dengan peristiwa peresmian (selesai dibangunnya) saluran sungai
Gomati dan Candrabhaga.
Prasasti Tugu memiliki keunikan yakni
terdapat pahatan hiasan tongkat yag pada ujungnya dilengkapi semacam trisula.
Gambar tongkat tersebut dipahatkan tegak memanjang ke bawah seakan berfungsi
sebagai batas pemisah antara awal dan akhir kalimat-kalimat pada prasastinya.
Teks:
pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata
khyatam purim prapya candrabhagarnnavam yayau//
pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa narendradhvajabhutena srimata purnavarmmana//
prarabhya phalguna mase khata krsnastami tithau caitra sukla trayodasyam dinais siddhaikavingsakaih
ayata satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi ramya gomati nirmalodaka//
pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo sahasrena prayati krtadaksina//
pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa narendradhvajabhutena srimata purnavarmmana//
prarabhya phalguna mase khata krsnastami tithau caitra sukla trayodasyam dinais siddhaikavingsakaih
ayata satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi ramya gomati nirmalodaka//
pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo sahasrena prayati krtadaksina//
Terjemahan:
“Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah
digali oleh maharaja yang mulia dan yang memilki lengan kencang serta kuat
yakni Purnnawarmman, untuk mengalirkannya ke laut, setelah kali (saluran
sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari
tahta Yang Mulia Raja Purnnawarmman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan
kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (maka sekarang)
beliau pun menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan
berair jernih Gomati namanya, setelah kali (saluran sungai) tersebut mengalir
melintas di tengah-tegah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja
Purnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro-gelap
bulan Caitra, jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian
tersebut panjangnya 6122 busur. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana
disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan”
5. Prasasti Mulawarman
Prasasti ini
adalah salah satu dari tujuh buah prasasti yang dipahatkan pada tiang batu yang
disebut “Yupa”, dan merupakan prasasti tertua di Indonesia. Ditulis dalam
aksara Pallawa Tua dan bahasa Sansekerta. Isinya menyebutkan tentang silsilah
Mūlawarmman, raja terbesar di daerah Kutai Purba. Kakeknya bernama Kunduńga,
ayahnya bernama Aśwawarmman yang berputra tiga orang. Yang terkenal dari
ketiganya ialah Sang Mūlawarmman. Disebutkan dalam prasasti Sang Mūlawarmman
telah mengadakan kenduri (selamatan) besar. Untuk memperingati kenduri
(selamatan) itulah, yupa ini didirikan oleh para Brahmana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar