Laman

Selasa, 07 Mei 2013

Peninggalan Sejarah berupa prasasti

Ø Peninggalan sejarah berupa prasasti
1.    Prasasti di Candi Sukuh
Prasasti sukuh.
Lalu pada bagian kanan terdapat dua buah patung Garuda yang merupakan bagian dari cerita pencarian tirta amerta (air kehidupan) yang terdapat dalam kitab Adiparwa, kitab pertama Mahabharata. Pada bagian ekor sang Garuda terdapat sebuah prasasti.
2.    Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatra Selatan, di tepi Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuna. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan nomor D.146.
Pada baris ke-8 terdapat unsur pertanggalan. Namun bagian akhir unsur pertanggalan pada prasasti ini telah hilang. Seharusnya bagian itu diisi dengan nama bulan. Berdasarkan data dari fragmen D.161 yang ditemukan di Situs Telaga Batu, J.G. de Casparis (1956:11-15) dan Boechari (1993: A1-1-4) mengisinya dengan nama bulan Āsāda. Maka lengkaplah pertanggalan prasasti tersebut, yaitu hari kelima paro-terang bulan Āsāda yang bertepatan dengan tanggal 16 Juni 682 Masehi.
Menurut George Cœdès, siddhayatra berarti semacam “ramuan bertuah” (potion magique). Tetapi kata ini bisa pula diterjemahkan lain, yaitu menurut kamus Jawa Kuna Zoetmulder (1995): “sukses dalam perjalanan”. Dengan ini kalimat di atas ini bisa diubah: “Sri Baginda naik sampan untuk melakukan penyerangan, sukses dalam perjalanannya.”
Dari prasasti Kedukan Bukit, didapatkan data-data sebagai berikut:
1.     Dapunta Hyang naik perahu tanggal 11 Waisaka 604 (23 April 682)
2.    Dapunta Hyang berangkat dari Minanga tanggal 7 Jesta (19 Mei) dengan membawa lebih dari 20.000 balatentara. Rombongan lalu tiba di Muka Upang.
3.    Dapunta Hyang membuat ‘wanua’ tanggal 5 Asada (16 Juni)
Asal-usul Raja Dapunta Hyang Sri Jayanasa dan letak sebenarnya dari Minanga Tamwan masih diperdebatkan ahli sejarah. Kata Minanga yang terdapat pada prasasti ini masih menjadi perbincangan para sejarahwan. Dapunta Hyang berangkat dari Minanga dan menaklukan kawasan tempat ditemukannya prasasti ini (Sungai Musi, Sumatera Selatan). Karena kesamaan bunyinya, ada yang berpendapat Minanga Tamwan adalah sama dengan Minangkabau, yakni wilayah pegunungan di hulu sungai Batanghari. Ada juga berpendapat Minanga tidak sama dengan Malayu, kedua kawasan itu ditaklukan oleh Dapunta Hyang, dimana penaklukan Malayu terjadi sebelum menaklukan Minanga dengan menganggap isi prasasti ini menceritakan penaklukan Minanga.[  Sementara Soekmono berpendapat Minanga Tamwan bermakna pertemuan dua sungai (Tamwan berarti temuan), yakni sungai Kampar kanan dan sungai Kampar kiri di Riau, yakni wilayah sekitar Candi Muara Takus. Kemudian ada yang berpendapat Minanga berubah tutur menjadi Binanga, sebuah kawasan yang terdapat pada sehiliran Sungai Barumun (provinsi Sumatera Utara sekarang). Pendapat lain menduga armada yang dipimpin Jayanasa ini berasal dari luar Sumatera, yakni dari Semenanjung Malaya.
4.    Prasasti Tugu
Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, abad ke-5
Prasasti Tugu adalah salah satu prasasti yang berasal dari Kerajaan Tarumanagara. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
Prasasti Tugu bertuliskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh yang teridiri dari lima baris melingkari mengikuti bentuk permukaan batu. Sebagaimana semua prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara umumnya, Prasasti Tugu juga tidak mencantumkan pertanggalan. Kronologinya didasarkan kepada analisis gaya dan bentuk aksara (analisis palaeografis). Berdasarkan analisis tersebut diketahui bahwa prasasti ini berasal dari pertengahan abad ke-5 Masehi. Khusus prasasti Tugu dan prasasti Cidanghiyang memiliki kemiripan aksara, sangat mungkin sang pemahat tulisan (citralaikha > citralekha) kedua prasasti ini adalah orang yang sama.
Dibandingkan prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara lainnya, Prasasti Tugu merupakan prasasti yang terpanjang yang dikeluarkan Sri Maharaja Purnawarman. Prasasti ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Purnnawarmman pada tahun ke-22 sehubungan dengan peristiwa peresmian (selesai dibangunnya) saluran sungai Gomati dan Candrabhaga.
Prasasti Tugu memiliki keunikan yakni terdapat pahatan hiasan tongkat yag pada ujungnya dilengkapi semacam trisula. Gambar tongkat tersebut dipahatkan tegak memanjang ke bawah seakan berfungsi sebagai batas pemisah antara awal dan akhir kalimat-kalimat pada prasastinya.

Teks:

pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyatam purim prapya candrabhagarnnavam yayau//
pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa narendradhvajabhutena srimata purnavarmmana//
prarabhya phalguna mase khata krsnastami tithau caitra sukla trayodasyam dinais siddhaikavingsakaih
ayata satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi ramya gomati nirmalodaka//
pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo sahasrena prayati krtadaksina//

Terjemahan:

“Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan yang memilki lengan kencang serta kuat yakni Purnnawarmman, untuk mengalirkannya ke laut, setelah kali (saluran sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja Purnnawarmman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (maka sekarang) beliau pun menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan berair jernih Gomati namanya, setelah kali (saluran sungai) tersebut mengalir melintas di tengah-tegah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro-gelap bulan Caitra, jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya 6122 busur. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan”
5.    Prasasti Mulawarman

Prasasti ini adalah salah satu dari tujuh buah prasasti yang dipahatkan pada tiang batu yang disebut “Yupa”, dan merupakan prasasti tertua di Indonesia. Ditulis dalam aksara Pallawa Tua dan bahasa Sansekerta. Isinya menyebutkan tentang silsilah Mūlawarmman, raja terbesar di daerah Kutai Purba. Kakeknya bernama Kunduńga, ayahnya bernama Aśwawarmman yang berputra tiga orang. Yang terkenal dari ketiganya ialah Sang Mūlawarmman. Disebutkan dalam prasasti Sang Mūlawarmman telah mengadakan kenduri (selamatan) besar. Untuk memperingati kenduri (selamatan) itulah, yupa ini didirikan oleh para Brahmana.

Tidak ada komentar: